Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997)
dinyatakan bahwa fonologi adalah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi
– bunyi bahasa menurut fungsinya. Dengan demikian fonologi adalah merupakan
sistem bunyi dalam bahasa Indonesia atau dapat juga dikatakan bahwa fonologi
adalah ilmu tentang bunyi bahasa.
Fonologi dalam tataran ilmu bahasa dibagi dua
bagian, yakni:
1. Fonetik
Fonetik adalah
ilmu bahasa yang membahas bunyi – bunyi bahasa yang dihasilkan alat ucap
manusia, serta bagaimana bunyi itu dihasilkan.
Ilmu ini berangkat dari teori fisika dasar
yang mendeskripsikan bahwa bunyi pada hakikatnya adalah gejala yang timbul
akibat adanya benda yang bergetar dan menggetarkan udara di sekelilingnya. Oleh
karena bunyi bahasa juga merupakan bunyi, bunyi bahasa tentunya diciptakan dari
adanya getaran suatu benda yang menyebabkan udara ikut bergetar.
Dalam fonetik, bunyi bahasa dianggap setara dengan bunyi, yaitu
sebuah gejala fisika yang dapat diamati proses produksinya. Fonetik memang
berorientasi dalam deskripsi produksi bunyi bahasa serta cara-cara yang dapat
mengubah bunyi bahasa itu dalam produksinya. Oleh karena itu, fonetik bertugas
mendeskripsikan bunyi-bunyi bahasa yang terdapat di dalam suatu bahasa.
Macam –macam fonetik :
a.
Fonetik artikulatoris
1)
fonetik yang yang mempelajari posisi dan
gerakan bibir, lidah dan organ-organ manusia lainnya yang memproduksi suara
atau bunyi bahasa.
2)
fonetik yang mempelajari
bagaimana mekanisme alat-alat ucap manusia menghasilkan bunyi bahasa serta
pengklasifikasian bahasa berdasarkan artikulasinya.
3)
Fonetik
yang meneliti alat-alat organik yang dipakai untuk menghasilkan bunyi bahasa.
mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara yang ada dalam tubuh manusia
menghasilkan bunyi bahasa. Saat udara dari paru-paru dihembuskan, kedua pita
suara dapat merapat atau merenggang. Apabila pita suara merenggang sehingga
arus udara dapat lewat dengan mudah menghasilkan bunyi bersuara. Apabila pita
suara dirapatkan maka menghasilkan bunyi
tak bersuara.
b.
Fonetik akustik
2)
fonetik yang mempelajari bunyi bahasa
yang berupa getaran udara dan mengkaji tentang frekuensi getaran bunyi,
amplitudo, intensitas dan timbrenya.
3)
fonetik yang menyelidiki
bunyi menurut sifat-sifatnya sebagai getaran udara. Fonetik akustik menyangkut
bunyi bahasa dari sudut bunyi sebagai getaran udara, dari segi bunyi sebagai
gejala fisis. Bunyi-bunyi diselidiki frekuensi getarannya, amplitudo,
intensitas, dan timbrenya oleh alat pembantu seperti oscillograph.
c.
Fonetik auditori
1)
fonetik yang mempelajari persepsi bunyi dan
terutama bagaimana otak mengolah data
yang masuk sebagai suara
2)
fonetik yang mempelajari bagaimana
mekanisme telinga menerima bunyi sebagai hasil dari udara yang bergetar.
3)
fonetik yang mempelajari
bagaimana mekanisme telinga menerima bunyi bahasa sebagai getaran udara.
Fonetik jenis ini cenderung dimasukkan ke dalam neurologi ilmu kedokteran.
2. Fonemik
Fonemik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi
– bunyi bahasa yang berfungsi sebagai pembeda makna. Jika dalam fonetik kita
mempelajari segala macam bunyi yang dapat dihasilkan oleh alat-alat ucap serta
bagaimana tiap-tiap bunyi itu dilaksanakan, maka dalam fonemik kita mempelajari
dan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan, bunyi-ujaran yang manakah yang dapat
mempunyai fungsi untuk membedakan arti.
Pada dasarnya, setiap kata atau kalimat yang
diucapkan manusia itu berupa runtutan bunyi bahasa. Pengubahan suatu bunyi
dalam deretan itu dapat mengakibatkan perubahan makna. Perubahan makna yang
dimaksud bisa berganti makna atau kehilangan makna. Contoh:
b
|
A
|
b
|
i
|
‘binatang berkaki empat’
|
↓
|
↓
|
|||
p
|
A
|
p
|
i
|
sebutan lain untuk ayah
|
Pada contoh di
atas, kata babi memiliki dua konsonan [b] yang menjadi awal suku kata
pertama dan kedua sedangkan kata papi memiliki konsonan [p] sebagai awal suku
kata pertama dan keduanya. Selain kedua bunyi itu, bunyi lainnya dan
posisi/urutan bunyi lain itu sama. Perbedaan bunyi [b] dan [p] pada
posisi/urutan yang sama dapat mengubah makna kata, inilah yang dikaji oleh
fonemik.
Fonemik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1997), diartikan :
1.
Bidang linguistic tentang system fonem
2.
System fonem suatu bahasa
3.
Prosedur untuk menentukan fonem suatu bahasa.
Selain
pengertian fonetik dan fonemik, kita perlu memahami pengertian fonem, agar
tidak terjadi kekeliruan dalam dalam penggunaan istilah “fonem” dan “huruf”.
FONEM
Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang
bersifat fungsional, artinya satuan memiliki fungsi untuk membedakan makna. Fonem
tidak dapat berdiri sendiri karena belum mengandung arti atau makna, tapi
peranannya dalam bahasa sangat penting karena fonem dapat membedakan makna.
Misalnya saja fonem [l] dengan [r].
Jika kedua fonem tersebut berdiri sendiri,
pastilah kita tidak akan menangkap makna. Akan tetapi lain halnya jika kedua
fonem tersebut kita gabungkan dengan fonem lainnya seperti [m], [a], dan [h],
maka fonem [l] dan [r] bisa membentuk makna /marah/ dan /malah/. Jika satu
unsur diganti dengan unsur lain maka akan membawa akibat yang besar yakni
perubahan arti.
Menurut Supriyadi (1992), fonem adalah suatu
kebahasaan yang terkecil. Menurut Santoso (2004), menyatakan setiap bunyi
ujaran dalam satu bahasa mempunyai fungsi membedakan arti. Bunyi ujaran yang
membedakan arti ini disebut fonem. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997),
tertulis bahwa yang dimaksud dengan fonem adalah satuan bunyi terkecil yang mampu
menunjukkan kontras makna. Untuk mengenal dan menentukan bunyi-bunyi bahasa yang
bersifat fungsional (fonem),
biasanya ditentukan melalui kontras pasangan minimal. Pasangan minimal ini
adalah pasangan bentuk-bentuk bahasa yang terkecil dan bermakna pada sebuah
bahasa atau kata tunggal yang secara ideal sama, kecuali satu bunyi berbeda, misalnya :
1.
Kata bara dan para. Mempunyai fonem
yang berbeda yaitu fonem /b/ dan fonem /p/ .
2.
Kata laba dan raba. Mempunyai fonem yang berbeda yaitu
fonem /l/ dan fonem /r/.
3.
Kata kami dan kamu. Mempunyai fonem yang berbeda yaitu
fonem /i/ dan fonem /u/.
4.
Kata cari dan tari. Mempunyai fonem yang berbeda yaitu
fonem /c/ dan fonem /t/
Sebaliknya dalam bahasa Indonesia bunyi [f], [v]
dan [p] pada dasarnya bukanlah tiga fonem yang berbeda. Kata provinsi apabila dilafazkan
sebagai [propinsi],
[profinsi] atau [provinsi] tetap sama saja. Fonem tidak memiliki makna, tapi peranannya
dalam bahasa sangat penting karena fonem dapat membedakan makna. Bagi orang
Jepang kata marah dan malah mungkin mereka
anggap sama karena dalam bahasa mereka tidak ada fonem.
Dalam mengenal fonem
terdapat beberapa pokok pikiran umum yang diebut premis-premis fonologis.
Berdasarkan sifat umumnya
premis-premis bahasa tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Bunyi bahasa mempunyai
kencenderungan untuk dipengaruhi oleh lingkungannya.
2.
Sistem bunyi mempunyai
kecenderungan bersifat simetris.
3.
Bunyi-bunyi bahasa
yangsecara fonetis mirip harus digolongkan ke dalam kelas-kelas bunyi (fonem)
yang berbeda, apabila terdapat pertentangan di dalam lingkungan yang sama.
4.
Bunyi-bunyi yang secara
fonetis mirip dan terdapat di dalam distribusi yang komplementer, harus
dimasukkan ke dalam kelas-kelas bunyi (fonem) yang sama.
Dalam linguistic, huruf sering diistilahkan
dengan grafem.
Perbedaan antara fonem dan huruf (grafem):
fonem adalah satuan bunyi bahasa yang terkecil yang dapat membedakan arti,
sedangkan huruf (grafem) adalah gambaran dari bunyi (fonem), dengan kata lain
huruf adalah lambang fonem. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997), bahwa huruf
adalah tanda aksara dalam tata tulis yang merupakan anggota abjad yang
melambangkan bunyi bahasa.
System Fonologi
dan Alat Ucap
Dalam bahasa Indonesia, secara resmi ada 32
fonem, yang terdiri atas :
1.
Fonem vocal 6 buah, yaitu : /a/, /i/, /u/, /e/, dan /o/
2.
Fonem diftong 3 buah, yaitu : /oy/, /ay/, dan /ou/
3.
Fonem konsonan 23 buah, yaitu : p/, /b/, /m/, /t/, /d/, /n/, /c/, /j/, /n/, /k/, /g/, /n/, /y/,
/r/, /l/,, /w/, /s/, /s/, /z/, f/, /h/, /x/, dan /?/
Syamsuri (1994), menyatakan bahwa secara
fonetis bahasa dapat dipelajari secara teoritis dengan tiga cara atau jalan,
yaitu :
1.
Bagaimana bunyi-bunyi itu dihasilkan oleh alat
ucap manusia (fisiologis atau artikuler)
2.
Bagaimana arus bunyi yang telah keluar dari
rongga mulut/rongga hidung si pembicara merupakan gelombang-gelombang bunyi
udara (akustik)
3.
Bagaimana bunyi itu diinderakan melalui
pendengaran dan syaraf si pendengar (impresif atau auditoris)
Alat ucap dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1.
Articulator, adalah alat-alat yang dapat digerakkan/digeser
ketika bunyi diucapkan.
2.
Titik artikulasi, adalah titik atau daerah pada
bagian alat ucap yang dapat disentuh atau didekati.
Fonem-fonem dihasilkan karena gerakan
organ-organ bicara terhadap aliran udara dari paru-paru sewaktu seseorang
mengucapkannya. Jika bunyi ujaran yang keluar dari paru-paru tidak mendapat
halangan, maka bunyi atau fonem yang dihasilkan adalah vocal, sedangkan
jika bunyi ujaran ketika udara keluar dari paru-paru mendapat halangan, maka
terjadilah bunyi konsonan.
Fonem vocal yang dihasilkan tergantung dari
beberapa hal, yaitu :
1. Posisi bibir
2.
Tinggi rendahnya lidah
3.
Maju-mundurnya lidah.
PEMBENTUKAN VOKAL
Berdasarkan posisi bibir, vocal dibedakan atas :
1.
Vokal bulat atau bundar, yaitu vokal yang
diucapkan dengan bentuk bibir bulat. Misalnya, vokal [u], [o] dan [a]
2.
Vokal tak bulat atau tak
bundar, yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk bibir tidak bulat atau melebar.
Misalnya, [I], [e] dan [¶].
Berdasarkan tinggi rendahnya gerakan lidah, vocal dibedakan
atas :
1.
Vokal tinggi, yaitu vokal
yang dibentuk jika rahang bawah merapat ke rahang atas : [I] dan [u].
2.
Vokal madya, yaitu vokal
yang dibentuk jika rahang bawah menjauh sedikit dari rahang atas : [a] dan [¶].
3.
Vokal rendah, yaitu vokal
yang dibentuk jika rahang bawah dimundurkan lagi sejauh-jauhnya : [a].
Berdasarkan gerakan
maju mundurnya lidah, vocal dibedakan atas :
1.
Vokal depan, yaitu vokal
yang dihasilkan oleh gerakan naik turunnya lidah bagian depan : [i] dan[e].
2.
Vokal tengah, yaitu vokal
yang dihasilkan oleh gerakan lidah begian tengah : [a] dan [].
3.
Vokal belakang, yaitu
vokal yang dihasilkan oleh gerakan naik turunnya lidah bagian belakang : [u]
dan [o].
Berdasarkan strikturnya (striktur
adalah keadaan hubungan posisional artikulator (aktif) dengan artikulator pasif
atau titik artikulasi), vokal dibedakan menjadi :
1.
Vokal tertutup, yaitu
vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat setinggi mungkin mendekati
langit-langit dalam batas vokal. [i] dan [u].
2.
Vokal semi tertutup, yaitu
vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat duapertiga di atas vokal paling
rendah : [e] dan[o].
3.
Vokal semi terbuka, yaitu
vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat dalam ketinggian sepertiga di atas
vokal paling rendah :[ ] dan [o].
4.
Vokal terbuka, yaitu vokal
yang dibentuk dengan lidah dalam posisi aerendah mingkin : [a] dan [A].
Tabel Posisi Vokal Dalam
Fonem
Posisi
|
|||
Fonem
|
Awal
|
Tengah
|
Akhir
|
/i/
/e/
/∂/
/a
/u/
/o/
|
/ikan/ ikan
/ekor/ ekor
/∂mas/ emas
/anak/ anak
/ukir/ ukir
/obat/ obat
|
/pintu/ pintu
/nenek/ nenek
/ruw∂t/ ruwet
/darma/ darma
/masuk/ masuk
/balon/ balon
|
/api/ api
/sore/ sore
/tipe∂/ tipe
/kota/ kota
/bau/ bau
/baso/ baso
|
Pembentukan konsonan
Bila dalam menghasilkan suatu bunyi-ujaran,
udara yang keluar dari paru-paru mendapat halangan, maka terjadilah bunyi yang
disebut konsonan . Halangan yang dijumpai udara itu dapat bersifat
sebagian yaitu dengan menggeserkan atau mengadukkan arus udara itu.
Dengan memperhatikan bermacam-macam faktor
untuk menghasilkan konsonan, maka kita dapat membagi konsonan-konsonan:
1.
Berdasarkan daerah artikulasinya.
2.
Berdasarkan cara artikulasinya atau halangan
udara yang dijumpai udara yang mengalir keluar.
3.
Berdasarkan bergetar
tidaknya pita suara.
4.
Berdasarkan jalan keluarnya udara.
Klasifikasi konsonan daerah artikulasinya
(striktur), konsonan terbagi atas :
1.
Konsonan bibir (bilabial), yaitu konsonan yang
dihasilkan dengan mempertemukan kedua belah bibir yang bersama-sama bertindak
sebagai artikulator dan titik artikulasi : [p], [b], [m] dan [w].
2.
Konsonan bibir gigi (labiodental), yaitu konsonan yang
dihasilkan dengan mempertemukan gigi atas sebagai titik artikulasi dan bibir
bawah sebagai artikulator : [f] dan [v].
3.
Konsonan gigi (dental), yaitu konsonan yang
dihasilkan oleh ujung lidah sebagai artikulator dan daerah antar gigi (dents)
sebagai titik artikulasi : [t], [d] dan [n].
4.
Konsonan apiko-alveolar,, yaitu
konsonan yang dihasilkan oleh ujung lidah sebagai arikulator dan lengkung kaki
gaga (alveolum) sebagai titik artikulasi : [s], [z[, [r] dan [l].
5.
Konsonan langit-langit (palantal), yaitu konsonan yang
dihasilkan oleh bagian tengah lidah (lamina) sebagai artikulator dan
langit-langit keras (plantum) sebagai titik artikulasi : [c], [j], [S], [n] dan
[y].
6.
Konsonan glotal atau
hamzah, yaitu konsonan yang dibentuk oleh posisi pita suara sama sekali merapat
sehingga menutup glotis : [?]
7.
Konsonan langit-lngit lembut (velar), yaitu konsonan yang dihasilkan
oleh belakang lidah (dorsum) sebagai artikulator dan langit-langit lembut
sebagai titik artikulasi : [k], [g], [x] dan [ƞ].
8.
Konsonan pangkal tenggorok (laringal), yaitu konsonan yang
dibentuk dengan pita suara terbuka lebar sehingga udara keluar dan digesekan
melalui glotis : [h]
Berdasarkan cara artikulasinya atau halangan yang dijumpai udara ketika keluar dari paru-paru, konsonan terbagi atas :
1.
Konsonan hambat (stop), yaitu
konsonan yang dihasilkan dengan cara menghalangi sama sekali udara pada daerah
artikulasi : [p], [t], [c],[k], [d], [j], dan [g].
2.
Konsonan geser (frikatif),
yaitu konsonan yang dibentukmdengan cara menggesekkan udara yang keluar dari
paru-paru : [h], [s], [S], [z] dan [x].
3.
Konsonan likuida (lateral),
yaitu konsonan yang dihasilkan dengan menaikkan lidah ke langit-langit sehingga
udara terpaksa diaduk dan dikeluarkan melalui kedua sisi lidah : [l].
4.
Konsonan getar (trill), yaitu
konsonan yang dihasilkan dengan cara menjauhkan dan mendekatkan lidah ke
alveolum dengan cepat dan berulang-ulang : [r].
5.
Semi vokal, yaitu konsonan
yang pada saat diartikulasikan belum membentuk konsonan murni : [w] dan [y].
Berdasarkan bergetar
tidaknya pita suara, konsonan
terbagi atas :
1.
Konsonan bersuara, yaitu
konsonan yang terjadi jika ydara yang keluar dari rongga ujaran turut
menggetarkan pita suara : [b], [m], [v], [d], [r], [n], [j], [], [g], [w], [z],
[x], [r].
2.
Konsonan tak bersuara, yaitu
konsonan yang terjadi jika udara yang keluar dari rongga ujaran tidak
menggetarkan pita suara : [p], [t], [c], [k], [?], [f], [S], [x] dan [h].
Berdasarkan jalan keluarnya udara, konsonan
terbagi atas :
1.
Konsonan nasal, yaitu
konsonan yang terjadi jika udara keluar melalui rongga hidung : [m], [n], [ƞ], dan [ň]
2.
Konsonan oral, yaitu
konsonan yang terjadi jika udara keluar melalui rongga mulut, contohnya adalah
semua konsonan selain pada konsonan nasal.
Tabel Posisi Konsonan Dalam Fonem
Posisi
|
|||
Fonem
|
Awal
|
Tengah
|
Akhir
|
/p/
/b/
/t/
/d/
/c/
/j/
/k/
/g/
/f/
/v/
/s/
/z/
/š/
/h/
/m/
/n/
/ň/
/ƞ/
/r/
/l/
/w/
/y/
|
/pasang/
/bahasa/
/tali/
/dua/
/cakap/
/jalan/
/kami/
/galag/
/fakir/
/varia/
/suku/
/zeni/
/syarat/
/hari/
/maka/
/nama/
/nyata/
/ngilu/
/raih/
/lekas/
/wanita/
/yakin/
|
/apa/
/sebut/
/mata/
/ada/
/beca/
/manja/
/paksa/
/tiga/
/kafan/
/lava/
/asli/
/lazim/
/isyarat/
/lihat
/kami/
/anak/
/hanya/
/angin/
/juara/
/alas/
/hawa/
/payung/
|
/siap/
/adab/
/rapat/
/abad/
-
/mi’raj/
/politik/
/jajag/
/maaf/
-
/lemas/
-
/arasy/
/tanah/
/diam/
/daun/
-
/pening/
/putar/
/kesal/
-
-
|
Diftong
Diftong adalah dua buah
vokal yang berdiri bersama dan pada saat diucapkan berubah kualitasnya.
Perbedaan vokal dengan diftong adalah terletak pada cara hembusan nafasnya. Pada waktu melafalkan diftong, posisi lidah bunyi yang satu dengan
yang lain saling berbeda menyangkut tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang
bergerak, serta langit-langitnya.
Diftong dalam bahasa indonesia adalah sebagai berikut :
1.
Diftong /au/,
pengucapannya [aw]. Contohnya :
[harimaw] /harimau/
[kerbaw] /kerbau/
2.
Diftong /ai/,
pengucapannya [ay]. Contohnya :
[santay] /santai/
[sungay] /sungai/
3.
Diftong /oi/,
pengucapannya [oy]. Contohnya :
[amboy] /amboi/
[asoy] /asoi/
Diftong dapat
diklasifikasi-kan menjadi tiga, yaitu diftong naik, diftong turun, dan diftong
memusat.
11. Diftong
naik atau menutup dihasilkan dengan cara vokal yang kedua diucapkan dengan
posisi lidah lebih tinggi daripada vokal yang pertama, strukturnya semakin
tertutup. Bahasa Indonesia memiliki tiga jenis diftong naik, yaitu :
a.
diftong
naik-menutup-maju [ai], misalnya dalam kata pakai, lalai pandai, nilai, tupai,
sampai,
b.
diftong
naik-menutup-maju [oi], misalnya dalam kata amboi, sepoi-sepoi,
c.
diftong
naik-menutup-mundur [au], misalnya dalam kata saudara, lampau, kacau.
22. Diftong
turun dihasilkan dengan cara posisi lidah yang kedua diucapkan lebih rendah
dari yang pertama. Di dalam bahasa Indonesia hanya ada diftong naik, sedangkan
diftong turun tidak ada.
3. Diftong
memusat diucapkan dengan cara vokal kedua diucapkan dengan menggerakkan lidah
ke vokal tengah sentral. Bahasa Indonesia tidak memiliki diftong memusat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar